Kamis, 19 November 2015

KERANGKA KARANGAN DAN SISTEMATIK PENULISAN

Kerangka Karangan adalah rencana umum dari materi yang akan disajikan. Outline menunjukkan urutan berbagai topik, kepentingan relatif dari masing-masing, dan hubungan antara berbagai bagian.

Berikut adalah contoh kasus, dan Kerangka Karangan yang di sertai Sistematik Penulisannya.

Taman di Belakang Kuil Kuno Ini Bentuknya Sama Sejak 2,5 Abad Lalu!

Sakai - Di suatu kuil kuno di Sakai Jepang ada taman yang indah. Yang menjadi luar biasa adalah bentuk taman itu tidak berubah hingga kini sejak 250 tahun lalu!

Rabu (6/11/2013) siang itu para jurnalis Sakai Asean Week 2013 menuju ke Kuil Takakuraji di Kota Sakai, Jepang. Tujuannya, menyaksikan kesenian Noh, opera klasik Jepang yang mulai dimainkan pada 650 tahun lalu alias sejak abad ke-14 namun tetap bertahan hingga kini.

Kami disambut oleh master opera klasik Jepang Noh, Kozo Nagayama (40). Kozo langsung mempersilakan kami untuk melepaskan alas kaki dan memberitahu bahwa di belakang kuil ini ada taman yang bentuknya tidak berubah sejak didesain pada 250 tahun lalu.

Kozo memberitahukan bahwa taman ini didesain oleh arsitektur pertamanan Jepang, Kobori Enshu. Taman itu cantik dipenuhi tanaman perdu, beberapa tanaman pohon keras, dan yang paling belakang adalah hutan bambu.

Ada batu pijak (stepping stone) yang ditempatkan di tengah-tengah taman itu supaya tanaman semacam rumput yang menggerumbul di bawahnya tidak diinjak-injak. Batu-batu besar seperti batu kali teronggok di beberapa sudut mempercantik taman itu.

Kuil Takakuraji sendiri merupakan salah satu kuil tertua di Jepang yang didirikan oleh pendeta Buddha terkenal kelahiran Sakai, Gyoki pada tahun 705. Namun kuil ini sempat terbakar dan dibangun kembali pada awal abad ke-17.

TOPIK : Keindahan Sebuah Taman

JUDUL : Taman pada Kuil Kuno di Sakai Jepang Sejak 250 Tahun Yang Lalu
1. Keindahan Tempat
1.1 Segi Bentuk Taman
1.2 Segi Kesenian
1.3 Segi Tradisi

2. Keindahan Masyarakat
2.1 Segi Kekeluargaan Masyarakat
2.2 Segi Keramahan Masyarakat

3. Keindahan Arsitektur
3.1 Segi Desain Bangunan
3.2 Segi Tata Letak
3.3 Segi Penambahan Unsur Alam

4. Keindahan Sejarah
4.1 Segi Sejarah Asal Taman

Selasa, 17 November 2015

Tulisan 20 : Koperasi

Sebagaimana dijelaskan dalam UU Nomor 25/1992 tentang Perkoperasian, bahwa “Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melaksanakan kegiatannya berdasar prinsip koperasi, sehingga sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.”

Jika membahas mengenai arti ekonomi koperasi, koperasi merupakan singkatan dari kata co/ ko dan operasi atau koperasi adalah suatu kumpulan orang – orang yang bekerja sama demi kesejahteraan bersama, dan bukan merupakan konsentrasi modal. Berdasarkan Undang – Undang Pokok Perkoperasian Nomor 12 tahun 1967 yang disahkan pada tanggal 18 Desember 1967. Koperasi Indonesia diartikan sebagai :

Organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang – orang atau badan – badan hukum. Koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan kegotong - royongan.

A. Jenis koperasi berdasarkan fungsinya :
1. Koperasi Konsumsi
2. Koperasi Jasa
3. Koperasi Produksi
1. Koperasi Konsumsi
Koperasi ini didirikan untuk memenuhi kebutuhan umum sehari-hari para anggotanya. Yang pasti barang kebutuhan yang dijual di koperasi harus lebih murah dibantingkan di tempat lain, karena koperasi bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya.

2. Koperasi Jasa
Fungsinya adalah untuk memberikan jasa keuangan dalam bentuk pinjaman kepada para anggotanya. Tentu bunga yang dipatok harus lebih renda dari tempat meminjam uang yang lain.

3. Koperasi Produksi Bidang usahanya adalah membantu penyediaan bahan baku, penyediaan peralatan produksi, membantu memproduksi jenis barang tertentu serta membantu menjual dan memasarkannya hasil produksi tersebut. Sebaiknya anggotanya terdiri atas unit produksi yang sejenis.Semakin banyak jumlah penyediaan barang maupun penjualan barang maka semakin kuat daya tawar terhadap suplier dan pembeli.

Analisa:
Menurut saya, koperasi di Indonesia dimaksudkan untuk menampung kegiatan perekonomian pada tingkat lapisan bawah yang masih merupakan bagian terbesar dari rakyat Indonesia. Untuk melancarkan kegiatan – kegiatan mengembangkan lapisan bawah tersebut, pada awal tahun 1978 telah dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 1978 tentang Badan Usaha Unit Desa (BUUD) dan Koperasi Unit Desa (KUD). Sasaran Instruksi Presiden tersebut (yang menggantikan Instruksi Presiden Nomor 4 tahun 1973) adalah pembangunan ekonomi pedesaan. Diharapkan BUUD dan KUD dapat menjadi wadah utama kegiatan – kegiatan ekonomi pedesaan yang dimiliki dan diatur sendiri oleh seluruh warga desa untuk keperluan mereka serta untuk pembangunan pedesaan. Apabila maksud tersebut dapat tercapai, maka produksi dapat ditingkatkan, kesempatan k
erja lebih besar dan distribusi pendapatan lebih merata.

Selain itu, Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional, dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Namun agar tujuan tersebut tercapai, setiap anggota – anggota yang menjalankannya harus aktif memajukan koperasi dan rajin menghadiri rapat kerja untuk memecahkan persoalan secara bersama – sama. Karena semakin besar usaha koperasi dapat menimbulkan persoalan – persoalan yang lebih besar pula.

Penerapan nilai wajar akuntansi

Konvergensi standar pelaporan keuangan menuju International Financial Reporting Standard (IFRS) sudah pelak tidak dapat dihindari lagi oleh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Indonesia, melalui Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), telah melakukan proses konvergensi ini dengan mengadopsi  beberapa standar keuangan dari International Accounting Standard Board (IASB) ke dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Proses konvergensi ini akan membawa perubahan besar dalam praktek pelaporan keuangan di Indonesia dari yang semula mengacu pada akuntansi kos historis menjadi mengacu pada akuntansi nilai wajar. Perubahan tersebut terjadi karena beberapa standar IFRS/IAS  menggunakan dasar pengukuran nilai wajar.
Penggunaan akuntansi nilai wajar ini akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kondisi ekonomi di Indonesia, baik secara mikro maupun makro. Secara makro, penggunaan akuntansi nilai wajar akan mempengaruhi penerimaan pajak, likuiditas pasar keuangan, dan bahkan krisis finansial (seperti yang banyak dituduhkan oleh pebisnis di Amerika). Secara mikro, penggunaan akuntansi nilai wajar akan mengubah pelaporan keuangan perusahaan menjadi lebih transparan dan menghasilkan informasi keuangan yang lebih relevan dan komparabel bagi investor. Walaupun penggunaan akuntansi nilai wajar membawa dampak baik yang sesuai dengan tujuan pelaporan keuangan, banyak kalangan, terutama pebisnis, masih menentang penggunaan akuntansi nilai wajar. Apa itu sebenarnya akuntansi nilai wajar? Mengapa implementasinya masih menjadi sebuah kontroversi? Dan akan seperti apakah dampak dari penerapan akuntansi nilai wajar bagi kondisi keuangan perusahaan?
Nilai wajar
Menurut PSAK 50, nilai wajar adalah nilai suatu aset untuk dapat dipertukarkan atau suatu liabilitas diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi secara wajar (arm’s length transaction), bukan atas transaksi paksaan, likuidasi paksaan, atau penjualan paksaaan (distressed sale). Penerapan akuntantansi nilai wajar dapat dicontohkan dalam suatu lelang dimana suatu aset berupa lukisan ditawarkan dengan nilai tawar sebesar Rp10.000.000. Para peserta lelang menawar aset tersebut dengan berbagai nilai tawar sampai pada akhirnya aset tersebut terjual kepada penawar tertinggi dengan nilai jual sebesar Rp30.000.000, maka nilai tawar tertinggi tersebutlah yang menjadi nilai wajar atas aset tersebut. Jadi, nilai wajar suatu aset atau liabilitas dapat diestimasikan paling baik menggunakan nilai pasar aset atau liabilitas tersebut. Namun, perlu diingat, bahwa tidak semua aset mempunyai nilai pasar atau jikalaupun ada nilai pasar tersebut tidak selalu bisa diandalkan. Untuk itu, IAS 39 mengatur dalam suatu tiga level hierarki yang membagi nilai wajar berdasarkan nilai input yang digunakan. Tiga level hierarki tersebut adalah
  • Level 1: Input untuk menentukan nilai wajar berdasarkan kuotasi harga taksesuaian untuk aset dan liabilitas yang identik  dalam suatu pasar yang aktif;
  • Level 2: Input untuk menentukan nilai wajar berdasarkan kuotasi harga sesuaian untuk aset dan liabilitas yang  mirip atau berdasarkan kuotasi harga taksesuaian untuk aset dan liabilitas yang identik  dalam suatu pasar yang tidak aktif;
  • Level 3: Input untuk menentukan nilai wajar bukan berdasarkan data pasar (estimasi dan judgement dari manajemen). Nilai wajar ditentukan dengan suatu model penilaian atau ditentukan oleh seorang penilai.
Kontroversi Penggunaan Nilai Wajar
Pengukuran berdasarkan nilai wajar berlaku di banyak standar PSAK yang mengadopsi IFRS/IAS (seperti misal PSAK 16, PSAK 50 dan 55; PSAK 48, dll). Namun, pengukuran aset dan liabilitas keuanganlah yang menjadi sumber kontroversi mengenai penerapan akuntansi nilai wajar. Pro-kontra yang belum tuntas mengenai penerapan akuntansi nilai wajar ini tidak lain timbul karena banyak kalangan menuduh bahwa penerapan akuntansi nilai wajarlah yang menjadi salah satu faktor yang mendorong terjadinya krisis finansial global. Tuduhan tersebut disebabkan oleh penerapan akuntansi nilai wajar akan menimbulkan efek procyclical dalam pasar finansial. Efek procyclical akan memperparah suatu krisis karena akan mengakibatkan nilai aset keuangan yang diukur dengan nilai wajar akan terus menurun karena kondisi pasar yang buruk. Pada akhirnya nilai aset keuangan yang terus menurun ini akan menghilangkan kepercayaan investor akibat kondisi keuangan perusahaan yang melemah dan memperparah krisis. Satu hal yang perlu diingat disini adalah bahwa nilai pasar yang terus menurun ini tidak bisa mencerminkan nilai wajar dari aset yang sesungguhnya.
Argumen lain yang menentang penerapan akuntansi nilai wajar menyatakan bahwa penggunaan nilai wajar akan mengurangi komparabilitas laporan keuangan antar entitas bisnis. Hal ini disebabkan oleh adanya subjektivitas oleh manajemen dalam melakukan pengukuran aset dan liabilitas, terutama utama aset dan liabilitas yang tidak memiliki nilai pasar. Subjektivitas melalui asumsi dan model penilaian yang berbeda (untuk aset yang identik) akan menghasilkan nilai wajar dan efek terhadap laba/rugi yang berbeda. Permasalahan lain dari penerapan akuntansi nilai wajar (terutama untuk aset dan liabilitas keuangan) adalah bahwa nilai wajar akan menyebabkan volatilitas laba/rugi yang tidak bisa dikontrol. Volatilitas laba/rugi ini akan membuat kepercayaan investor berkurang atas kinerja entitas tersebut meskipun laba/rugi tersebut bukanlah kinerja riil  dari operasi utama entitas bisnis tersebut.
Selain itu, kelemahan lain dari penggunaan akuntansi nilai wajar adalah berkurang keterandalan dari informasi keuangan yang dihasilkan (terutama untuk aset dan liabilitas yang tidak memiliki nilai pasar) dan juga dampak kontraintuitif penggunaan nilai wajar pada liabilitas. Keterandalan informasi keuangan berkurang karena banyak sekali aset dan liabilitas tidak memiliki nilai pasar atau input dari pasar yang bisa dijadikan dasar pengukuran nilai wajar yang andal sehingga pengukuran berdasarkan data nonpasar/internal yang berasal dari asumsi penyaji laporan keuangan. Lebih-lebih, proses audit atas laporan keuangan akan menjadi lebih sulit dan lama karena auditor harus menguji kembali apakah asersi manajemen atas nilai aset atau liabilitas tersebut sudah mencerminkan nilai yang wajar. Dampak kontraintuitif penggunaan nilai wajar pada liabilitas akan terjadi apabila suatu entitas bisnis mengalami kesulitan finansial. Ketika sebuah entitas bisnis (terutama yang bergerak di bidang keuangan) mengalami kesulitan finansial maka liabilitas yang beredar akan mengalami penurunan nilai jauh dibawah nilai nominalnya akibat para pelaku pasar keuangan memperhitungkan risiko gagal bayar dalam perhitungannya. Hal tersebut merupakan kontraintuif karena disaat nilai kewajiban menurun akibat risiko gagal bayar, laba perusahaan akan meningkat. Menurut Credit Suisse, pada kuartal pertama 2008. 25 perusahaan dengan jumlah utang dengan risiko gagal bayar tinggi menghasilkan  untung antara $11 juta sampai $3.6 miliar. Kondisi ini akan merusak konsep dari laporan laba/rugi dan dapat saja menyesatkan investor dalam pengambilan keputusan.
Penggunaan akuntansi nilai wajar tentu saja tidak hanya membawa dampak yang negatif, tetapi juga dampak positif.  Menurut laporan Fitch Ratings, permasalahan utama dari penggunaan akuntansi nilai wajar adalah bahwa tia menciptakan kebingungan di kalangan investor sehingga hanya dengan peningkatan pengungkapan untuk membantu investor memahami penggunaan nilai wajar, terutama bagi aset atau kewajiban yang tidak dapat memiliki nilai pasar, akan menyelesaikan permasalahan ini. Bahkan, kebanyakan investor di dunia menanggapi secara positif penggunaan akuntansi nilai wajar. Mereka menyatakan bahwa standar yang menggunakan nilai wajar membantu mereka dalam memahami nilai riil terbaru dari aset dan liabilitas entitas bisnis. Nilai riil terbaru yang relevan dan reliabel ini membantu mereka dalam mengambil keputusan ekonomi yang tepat dan tidak menyesatkan. Tanggapan positif ini tentunya memenuhi dangan tujuan dari pelaporan keuangan menurut rerangka konseptual IASB, yaitu asesmen atas stewardship managemen dan penyajian informasi keuangan yang relevan untuk pengambilan keputusan.
Dampak implementasi akuntansi nilai wajar di Indonesia
Dampak implementasi akuntansi nilai wajar di Indonesia dapat kita pelajari dari negara-negara lain yang sudah melakukan implementasi. Awal implementasi akuntansi nilai wajar tentunya akan membawa dampak yang cukup buruk terutama bagi entitas di industri perbankan dan juga jasa keuangan (seperti perusahaan investasi). Implementasi awal ini akan mengubah kondisi keuangan entitas bisnis dimana pengubahan sebagian besar nilai aset dan liabilitasnya ke nilai wajarnya ini akan mengakibatkan perubahan profitabilitas yang cenderung menurun. Namun, hal ini tidak menandakan kinerja perusahaan yang buruk karena kerugian tersebut bukanlah kerugian yang permanen. Hal ini dapat dicontohkan oleh American Capital dimana pada saat awal pengimplementasian tia membukukan kerugian sebesar $813 juta pada kuartal pertama 2008 dan nilai aset investasinya turun sebesar $447 juta. Kerugian dan penurunan nilai aset pada awal implementasi ini bukanlah gambaran kondisi keuangan yang sebenarnya karena pada kuartal pertama tahun berikutnya, American Capital berhasil mengembalikan nilai aset investasinya sepertiga dari penuruan sebelumnya.
Signifikansi dampak dari penerapan implementasi akuntansi nilai wajar terhadap kondisi keuangan entitas bisnis setelah implementasi awal (selain dari performa riil entitas bisnis  dan kondisi ekonomi makro) akan bergantung pada dua hal, yaitu jenis industri entitas bisnis dan komponen aset dan liabilitas yang dimiliki dan subjektivitas manajemen (estimasi dan asumsi yang digunakan) dan penilaian profesional auditor dalam melakukan proses pelaporan keuangan.
Signifikansi dampak penggunaan nilai wajar akan berbeda-beda di industri yang berbeda. Industri keuangan dan perbankan akan terkena dampak yang lebih signifikan atas penggunaan nilai wajar dibandingkan dengan industri yang lain karena pada umumnya sebagian besar aset dan liabilitas industri perbankan dan keuangan terdiri atas aset dan liabilitas keuangan. Aset dan liabilitas keuangan memiliki dampak yang lebih sugnifikan dibandingkan aset dan liabilitas lain karena tia diukur berdasarkan nilai wajar secara berkelanjutan (recurring) dan sangat rentan terhadap perubahan nilai akibat perubahan pasar finansial yang sangat dinamis. Khusus untuk Indonesia, penerapan akuntansi nilai wajar ini akan memberikan dampak yang lebih signifikan kepada industri yang asetnya masih dinilai terlalu rendah, yaitu industri perkebunan. Industri perkebunan yang sebagian besar asetnya terdiri dari aset biologis yang masih undervalued, akan merasakan perubahan pada kondisi keuangannya akibat penggunaan nilai wajar yang lebih mencerminkan nilai sesungguhnya dari aset biologis tersebut.
Selain itu, signifikansi dampak penggunaan nilai wajar akan bergantung pada keahlian manajemen dan auditor dalam menentukan asumsi dan estimasi atas nilai wajar atas aset dan liabilitas entitas tersebut. Pilihan manajemen dalam menentukan aset dan liabilitas termasuk golongan aset dan kewajiban finansial (Untuk diperdagangkan, Tersedia untuk dijual, dan Hingga jatuh tempo) yang mana, akan mempengaruhi kondisi keuangan entitas tersebut. Selain itu, variasi penggunaan model penilaian oleh manajemen (dan judgement auditor) atas aset dan liabilitas yang tidak mempunyai input yang berasal pasar atau mempunyai input dari pasar yang tidak terandalkan, juga akan mempengaruhi kondisi keuangan entitas bisnis yang satu dengan yang lain.
Secara umum, di tengah segala macam kontroversi atas akuntansi nilai wajar, penggunaan akuntansi nilai wajar dalam pelaporan keuangan di Indonesia akan memberikan dampak yang positif bagi proses pelaporan keuangan dan kondisi ekonomi di Indonesia. Pelaporan keuangan akan menjadi lebih transparan dan relevan bagi kalangan investor karena nilai aset dan liabilitas perusahaan dengan PSAK yang baru akan lebih mencerminkan nilai yang sesungguhnya. Namun, memang perlu diadakan usaha untuk melengkapi dan memperbaiki standar yang sudah ada dengan standar lain (seperti standar yang mengatur nilai wajar atas aset takberwujud internal) yang lebih tepat secara berkelanjutan. Selain itu, diperlukan persiapan yang matang dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak (seperti penetap standar, pebisnis, auditor, dan akademisi) dalam menyambut implementasi konvergensi standar keuangan global agar dampak positif yang dibawa tia akan lebih optimal.

Referensi :
https://lockedmeyan.wordpress.com/2010/11/16/penerapan-akuntansi-nilai-wajar-positif-atau-negatif/

KONSEP DASAR NILAI DAN PENILAIAN ASET

1.    Pengertian Nilai
Nilai suatu real estat merupakan pusat perhatian dari anggota masyarakat yang terlibat di dalam kegiatan yang berkenaan dengan real estat. Istilah “nilai” sering digunakan secara kurang tepat dalam percakapan sehari-hari, tetapi dalam ekonomi istilah tersebut mempunyai arti khusus yang berbeda dengan istilah yang berkaitan dengan konsepsi harga, pasar dan juga biaya.
Dimana harga adalah sejumlah uang yang diminta,ditawarkan atau dibayarkan untuk suatu barang atau jasa. Sedangkan biaya adalah sejumlah uang yang dikeluarkan atas barang atau jasa atau jumlah yang dibutuhkan untuk menciptakan atau memproduksi barang atau jasa tersebut. Serta Pasar adalah sistem dan atau tempat barang dan jasa diperdagangkan antara pembeli dan penjual melalui mekanisme harga.

Nilai adalah Konsep ekonomi yang merujuk pada hubungan finansial antara barang dan jasa yang tersedia untuk dibeli dan mereka yang membeli dan menjualnya. Nilai bukan merupakan fakta, tapi lebih merupakan perkiraan manfaat ekonomi atas barang dan jasa pada suatu waktu tertentu dalam hubungannya dengan definisi nilai tertentu. Adapun ciri-ciri dari nilai, yakni:
  1. Bila dibutuhkan
  2. Ada permintaan
  3. Ada kelangkaan
  4. Dapat dijadikan sejumlah uang
2.    Jenis-Jenis Nilai
Dari banyak istilah nilai, beberapa yang dikenal masyarakat adalah :
  1. Nilai Pasar (Market Value) adalah perkiraan jumlah uang pada tanggal penilaian, yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu aset, antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang penawarannya dilakukan secara layak dan kedua pihak masing-masing mengetahui, bertindak hati-hati dan tanpa paksaan.
  1. Nilai pasar untuk penggunaan yang ada (Market value for existing use) adalah nilai pasar dari suatu aset berdasarkan kelanjutan dari penggunaan yang ada, dengan asumsi bahwa aset tersebut dapat dijual di pasar terbuka untuk penggunaan yang ada saat itu, tetapi tetap sesuai dengan definisi nilai pasar tanpa memperhitungkan apakah penggunaan yang ada menggambarkan penggunaan terbaik dan tertinggi dari aset tersebut.
  2. Nilai asuransi (Insurable value) adalah nilai properti sebagaimana yang diterapkan berdasarkan kondisi-kondisi yang dinyatakan di dalam kontrak atau polis asuransi dan dituangkan dalam definisi yang jelas dan terinci
  3. Nilai Buku (Book Value) adalah biaya perolehan (historical cost) yang dikurangi dengan sejumlah penyusutan yang telah dibebankan yang muncul selama umur penggunaan aset tersebut.
  1. Nilai investasi (investment value) adalah nilai dari suatu perusahaan atau saham (business interest) atau kepentingan dalam perusahaan yang bersifat spesifik terhadap seorang investor, didasarkan pada atau terkait dengan persyaratan tertentu dari seorang atau kelompok investor.
  1. Nilai jual paksa (forced sale value) adalah sejumlah uang yang mungkin diterima dari penjualan suatu properti dalam jangka waktu yang relative pendek untuk dapat memenuhi jangka waktu pemasaran dalam definisi nilai pasar. Pada beberapa situasi nilai jual paksa dapat melibatkan penjual yang tidak berminat menjual, dan pembeli yang membeli dengan mengetahui situasi yang tidak menguntungkan penjual.
  1. Nilai kena pajak (assessed, rateable, taxable value) adalah nilai berdasarkan definisi yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan penetapan, tarif dan atau penentuan pajak properti. Walaupun beberapa peraturan perundang-undangan mungkin mengutip nilai pasar sebagai dasar dari perkiraan, metodologi penilaian yang diisyaratkan mungkin memberikan hasil yang berbeda dari nilai pasar seperti yang telah didefiniskan diatas. Nilai kena pajak adalah bukan nilai pasar.
  1. Nilai Khusus (special Value) adalah nilai yang diperoleh karena unsur luar biasa dari nilai sehingga melebihi nilai pasar. Nilai khusus dapat terjadi misalnya oleh karena kaitan fisik, fungsi, atau ekonomi dari properti dengan properti lainnya seperti properti yang berkesinambungan.
  1. Nilai perusahaan sebagai usaha yang berjalan (Going Concern Value) adalah nilai suatu usaha secara keseluruhan.
  1. Nilai realisasi bersih (net realizable value) adalah perkiraan harga jual suatu aset dalam suatu usaha yang berjalan sebagimana biasa, dikurangi biaya penjualan dan biaya penyelesaian.
  2. Nilai sekrap (Scrap value) adalah perkiraan jumlah uang yang akan diperoleh dari transaksi jual beli dari bagian-bagian/material suatu properti (tidak termasuk tanah) tidak untuk suatu kegunaan yang produktif.
3.    Pengertian Penilaian Aset
The dictionary of Real Estate Appraisal mendefinisikan sebagai berikut “The act or process of estimating value” yang diterjemahkan sebagai proses menghitung atau mengestimasikan nilai suatu properti. Kamus Webster mendefinisikan bahwa penilaian itu sebagai “an estimated value set upon properti”.
Menurut USPAP “ the act or process of estimating value; an estimate of value of, or pertaining to appraising and related function; e.q. appraisal practice, appraisal service”. Sehingga penilaian (valuation/appraisal) pada dasarnya hanya merupakan estimasi atau opini walaupun didukung oleh alas an atau analisa yang rasional.
Hasil penilaian dibatasi oleh ketersediaan data yang cukup, kemampuan dan objectivitas dari penilai. Pada kenyataannya, penilai sulit untuk menghindari subjectivitas sehingga untuk mengatasi hal tersebut, penilai harus memperhatikan tugas utamanya yaitu mempertimbangkan seluruh fakta yang tersedia yang bersifat impersonal.
4.    Penilai dan Penilaian
Prinsip kata Penilaian berasal dari terjemahan kata Appraisal (Amerika) atau Valuation (Inggris), Sedangkan orang yang melakukan penilaian disebut Appraiser/Valuer. Penilaian diartikan sebagai proses penilaian seorang penilai dalam memberikan suatu opini nilai suatu harta baik berwujud, tidak berwujud, surat berharga dan hak kepemilikan financial berdasarkan hasil analisa terhadap fakta-fakta yang obyektif dan relevan dengan menggunakan metode dan prinsip-prinsip penilaian yang berlaku pada saat tertentu.
Berdasarkan definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penilaian adalah:
  • Merupakan sebuah opini (bukan judgment)
  • Merupakan suatu estimasi nilai (an estimated value)
  • Dilakukan pada hari yang ditentukan (as of specific date)
  • Berdasarkan pada hasil analisis atas data pasar yang relevan
Jadi penilaian merupakan gabungan antara seni dan ilmu pengetahuan untuk membentuk opini nilai.
Penilai adalah orang perseorangan yang melakukan kegiatan penilaian sesuai dengan keahlian dan profesinalisme yang dimiliki dan menjadi anggota asosiasi profesi penilai yang diakui oleh pemerintah serta mengacu kepada Standar Penilaian Indonesia (SPI), Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) dan standard keahlian lainnya yang terkati dengan kegiatan penilaian.
Menurut SPI 2002 Penilai adalah seseorang yang memiliki kualifikasi, kemampuan dan pengalaman yang sehari-hari melakukan kegiatan praktik penilaian sesuai dengan keahlian dan profesionalisme yang dimiliki, serta mengacu kepada Standard Penilaian Indonesia (SPI) , Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) dan standar keahlian lain yang terkait dengan kegiatan penilaian, serta menjadi anggota asosiasi penilai.
Sedangkan menurut Surat Keputusan Menkeu No. 57/KMK.017/1996 tanggal 6 Februari 1996, Penilai adalah perseorangan yang telah lulus ujian sertifikasi Penilai serta memiliki lisensi dari Menteri keuangan Republik Indonesia untuk menjalankan kegiatan penilaian.
Proses penilaian adalah tahapan-tahapan yang dilakukan oleh seorang penilai untuk menilai properti sebelum sampai pada suatu kesimpulan opini penilai, didasarkan pada data-data yang diperoleh dari sumber yang dapat dipercaya.
Laporan penilaian adalah suatu dokumen yang berisikan perkiraan atau estimasi atas nilai suatu properti dengan berpedoman pada suatu tanggal tertentu yang mengandung hasil analisa perhitungan dan opini penilai dari sebanyak mungkin data pendukung yang relevan yang dibutuhkan dalam kegiatan suatu penilaian, dapat berupa : laporan singkat (short form report) dan laporan lengkap (narrative report).
5.    Prinsip-prinsip dalam penilaian
Prinsip-Prinsip dalam Penilaian terdiri dari :
  1. Highest and best use (Penggunaan terbaik dan tertinggi), Nilai suatu tanah kosong dimungkinkan lebih tinggi dari tanah yang ada bangunannya. Ada 2 kriteria yang menentukan penggunaan HBU yaitu Permintaan dan peraturan untuk peruntukan
  2. Supply & demand (persediaan dan permintaan), Properti mempunyai nilai apabila properti tsb dapat digunakan. Nilai akan naik bila pesediaan tanah berkurang, dimana orang memerlukan tanah. Misalnya di daerah yang padat penduduknya.
  3. Substitusi (Pinsip pengganti), Pembeli suatu properti tidak akan membayar lebih terhadap suatu properti dibandingkan dengan biaya pembelian properti lain yang sama, artinya properti yang lebih murah yang akan terjual lebih dahulu.
  4. Anticipation (prinsip keuntungan yang diharapkan properti) Nilai suatu properti adalah harapan akan keuntungan dimasa yang akan datang akan High and best use / penggunaan dari properti tersebut.
  5. Change (Perubahan), Nilai selalu berubah-ubah dan dipengaruhi oleh banyak variabel antara lain jumlah penduduk, perubahan kondisi ekonomi, adanya pusat perbelanjaan baru, perubahan politik negara dll.
  6. Conformity (kesesuaian), Properti yang terletak dilingkungan yang cocok baik sosial maupun ekonomi akan mempunyai nilai yang maksimum.
  7. Competition (Prinsip persaingan) Semua bentuk usaha menginginkan mendapatkan keuntungan.properti tidak terkecuali.Bila permintaan besar akan suatu properi developer akan mendapat keuntungan yang besar. Developer lain akan masuk ke lokasi tersebut. Maka timbul persaingan dan keuntungan akan turun. Nilai properti akan dipengaruhi oleh tingkat persaingan tersebut.
  8. Increasing and decreation return (penambahan dan pengurangan pendapatan).      Prinsip dasar ekonomi mengatakan bahwa pertambahan biaya pada suatu usaha belum tentu memberikan penambahan dalam pendapatan. Demikian juga dalam usaha dibidang properti berlaku juga kondisi bahwa penambahan biaya pada suatu properti belum tentu akan menambah penghasilan properti tersebut. Nilai properti tersebut tidak bertambah, bahkan akan berkurang/turun.
  9. Consisten use (penggunaan yang tetap) Tanah dan bangunan harus dinilai sesuai dengan penggunaan yang sesuai dengan peruntukannya. Properti harus dinilai berdasarkan penggunaan yang pasti.
Dalam kenyataannya, nilai dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mengakibatkan nilai tersebut naik / turun. Faktor tersebut adalah :
  1. Faktor fisik, alam dan lingkungan
Yang mencakup antara lain iklim dan topografi, tingkat kesuburan tanah, sumber mineral dan banjir
2. Faktor Sosial
Yang mencakup populasi penduduk, perubahan kepadatan, distribusi geografis atas kelompok ras masyarakat dan perkembangan pendidikan dan aktivitas sosial
3. Faktok politik dan kebijaksanaan Pemerintah
Yang mencakup peruntukan, rencana tatakota, pembatasan pendirian bangunan, Kredit Perumahan Rakyat
4. Faktor Ekonomi
Baik ekonomi mikro maupun makro yang. mencakup tingkat pengangguran, perubahan gaji pegawai, perluasan sektor industri, perubahan tingkat bunga bank dll.

Referensi :
https://sibukkerjatugas.wordpress.com/2011/12/13/konsep-dasar-nilai-dan-penilaian-aset/
Agus, Prawoto, 2003, Teori dan Praktek Penilaian Properti, BPFE, Yogyakarta
MAPPI, 2007, Standar Penilaian indonesia (SPI), Jakarta
Penilaianproperti.blogspot.com
Wahyu, Hidayati, dan Budi, Harjanto,  2003, Konsep Dasar Penilaian Properti Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta

Hubungan Perusahaan Induk Dan Perusahaan Anak

HUBUNGAN PERUSAHAAN INDUK DAN PERUSAHAAN ANAK
Menguasai perusahaan lain dapat dilakukan dengan cara memiliki suara mayoritas suatu perusahaan. Penguasaan suara mayoritas terjadi apabila perusahaan memiliki lebih dari 50% saham perusahaan lain. Perusahaan yang memiliki lebih dari 50% perusahaan lain disebut perusahaan induk, sedangkan perusahaan yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh perusahaan induk disebut perusahaan anak.
Laporan Keuangan Konsolidasi
Laporan keuangan konsolidasi adalah laporan keuangan yang disusun dengan mengabaikan status yuridis dan lebih menitik beratkan pada segi ekonomisnya.
Laporan keuangan konsolidasi dapat disusum dari :
  1. Laporan keuangan individual
  2. Neraca saldo individual
Prosedur penyusunan laporan keuangan konsolidasi meliputi :
  1. Mengeliminasi semua rekening timbal balik
Eliminasi ini dilakukan melalui jurnal eliminasi. Jurnal eliminasi ini tidak perlu diposting, jadi hanya diperlukan dalam rangka peyusunan laporan keuangan konsolidasi saja.
  1. Menyusun kertas kerja
Untuk mempermudah penyusunan laporan keuangan konsolidasi biasanya disusun kertas kerja terlebih dahulu. Kertas kerja ini dipakai untuk mengkoordinir semua informasi yang diperlukan dalam rangka penyusunan laporan keuangan konsolidasi. Kertas kerja dapat disusun dari laporan keuangan individual dan dapat juga disusun dari neraca saldo individual. Dengan demikian isi kertas kerja tergantung pada dasar penyusunan laporan keuangan konsolidasi.
Masalah-masalah umum yang dihadapi dalam penyusunan laporan keuangan konsolidasi :
  1. Periode di mana laporan / neraca konsolidasi tersebut disusun.
Misalnya : penyusunan neraca konsolidsi sesaat setelah terjadi pemilikan saham-saham, berbeda dengan neraca konsolidasi yang disusun satu tahun (periode) kemudian berhubung telah terjadinya perubahan-perubahan di dalam pos-pos neraca.
  1. Jumlah saham yang dimiliki oleh perusahaan induk, dan harga perolehan (pengorbanan) yang telah dikeluarkan untuk memperoleh saham tersebut.
Misalnya : penyusunan neraca knsolidasi di mana saham-saham dibeli dengan harga di atas nilai bukunya berbeda dengan penyusunan neraca konsoidasi apabila saham-saham diperoleh dengan harga yang sama dan kurang dari nilai bukunya.
Pemilikan Saham dari suatu Perusahaan yang sudah Berjalan
  1. Perusahaan induk memiliki 100% saham-saham perusahaan anak sebesar/sesuai dengan nilai bukunya.
  2. Perusahaan induk memiliki sebagian besar (kurang dari 100%) saham-saham perusahaan anak sebesar nilai bukunya.
    1. Penyusunan neraca konsolidasi adalah penggabungan aktiva dan hutang dari perusahaan-perusahaan afiliasi tersebut, maka di dalam neraca konsolidasi harus dilaporkan secara lengkap hak-hak pemegang saham minoritas sebagai imbangan dari sebagian haknya atas kekayaan bersih yang digabungkan tersebut.
    2. Eliminasi yang dilakukan terbatas hanya sebesar pemilikannya saja.
    3. Hak-hak pemegang saham minoritas dapat dilaporkan sebagai bagian dari hutang dan dapat pula dilaporkan sebagai bagian dari hak-hak para pemegang saham.
Pemilikan terhadap Saham-saham Perusahaan Anak dengan Harga sama dengan Nilai Bukunya
Apabila perusahaan induk memiliki seluruh modal saham perusahaan anak maka seluruh modal perusahaan anak adalah haknya perusahaan induk. Oleh karena itu seluruh modal perusahaan anak akan dieliminasi. Apabila saham perusahaan anak tersebut diperoleh dengan harga perolehan sebesar nilai buku, maka semua modal perusahaan anak dan investasi akan habis dieliminasi.
Contoh :
Berikut ini adalah saldo rekening-rekening neraca dari PT A dan PT B
Rekening-rekening Neraca PT A (Rp) PT B (Rp)
Aktiva Kas
Piutng Dagang
Persediaan
Aktiva Tetap
800.000 200.000
250.000
1.250.000
50.000 150.000
300.000
500.000
Jumlah Aktiva 2.500.000 1.000.000
Hutang & Modal Hutang Dagang
Modal Saham :
–          200 lembar @ Rp 10.000
–          100 lembar @ Rp 7.500
–          Laba Yang Ditahan
250.000 2.000.000
250.000
100.000 750.000
150.000
Jumlah Hutang & Modal 2.500.000 1.000.000
Pt A membeli seluruh modal saham PT B di pasar modal seharga nilai buku Rp 450.000
Jawab :
v  Jurnal pada saat pembelian :
Investasi Saham-saham PT B              Rp 900.000
Kas                                                      Rp 900.000
v  Jurnal Eliminasi :
Modal Saham PT B                                         Rp 750.000
Laba Yang Ditahan PT B                               Rp 150.000
Investasi Saham-saham PT B                          Rp 900.000
PT A dan Perusahaan Anaknya ( PT B )
Daftar Lajur untuk Penyusunan Neraca Konsolidasi
Rekening-rekening Neraca PT A (Rp) PT B (Rp) Eliminasi Neraca Konsolidasi
D (Rp) K (Rp) D (Rp) K (Rp)
Aktiva: Kas
Piutang dagang
Persediaan
Aktiva Tetap
Investasi Saham-saham PT B
Elim 100% Modal Saham
Elim 100% Laba Yang Ditahan
– 100.000
250.000
1.250.000
900.000

50.000 150.000
300.000
500.000



750.000 150.000 50.000 250.000
550.000
1.750.000


2.500.000 1.000.000



Hutang & Modal: Hutang Dagang
Modal Saham PT A
Laba Yang Ditahan PT A
Modal Saham PT B
Elim 100%
Laba Yang Ditahan, PT B
Elim 75%
250.000 2.000.000
250.000


100.000 –

750.000

150.000
750.000 150.000

350.000 2.000.000
250.000

2.500.000 1.000.000 675.000 675.000 2.600.000 2.600.000
Pemilikan terhadap Saham-saham Perusahaan Anak dengan Harga di atas Nilai Bukunya
Contoh :
Pada contoh diatas, apabila PT A membeli secara tunai 75 lembar saham-saham PT B dari para pemegang sahamnya dengan harga @ Rp 10.000.
Jawab :
Nominal Saham (100 lembar)             Rp 750.000
Laba Yang Ditahan                             Rp 150.000
Nilai buku 100 lembar             Rp 900.000
Nilai buku 75 lembar = 75% x Rp 900.000                            = Rp 675.000
Harga beli saham = 75 x Rp 10.000                                        = Rp 750.000
Selisih lebih harga perolehan di atas nilai buku saham           = Rp   75.000
v  Jurnal Pemilikan :
Investasi Saham-saham PT B              Rp 750.000
Kas                                                      Rp 750.000
v  Jurnal Eliminasi :
Modal Saham PT B                                         Rp 562.500
Laba Yang Ditahan PT B                               Rp 112.500
Selisih lebih Harga Perolehan
diatas Nilai Buku Saham-saham PT B            Rp   75.000
Investasi Saham-saham PT B                          Rp 750.000
PT A dan Perusahaan Anaknya ( PT B )
Daftar Lajur untuk Penyusunan Neraca Konsolidasi
Rekening-rekening Neraca PT A (Rp) PT B (Rp) Eliminasi Neraca Konsolidasi
D (Rp) K (Rp) D (Rp) K (Rp)
Aktiva: Kas
Piutang dagang
Persediaan
Aktiva Tetap
Investasi Saham-saham PT B
Elim 75% Modal Saham
Elim 75% Laba Yang Ditahan
Selisih Lebih Harga Perolehan Diatas Nilai Buku Saham-saham PT B
50.000 200.000
250.000
1.250.000
750.000


50.000 150.000
300.000
500.000




562.500 112.500 100.000 350.000
550.000
1.750.000
75.000


2.500.000 1.000.000



Hutang & Modal: Hutang Dagang
Modal Saham PT A
Laba Yang Ditahan PT A
Modal Saham PT B
Elim 75%
Hak Pemegang Saham Minorotas 25%
Laba Yang Ditahan, PT B
Elim 75%
Hak Pemegang Sahan Minoritas 25%
250.000 2.000.000
250.000





100.000 –

750.000


150.000
562.500 112.500

350.000 2.000.000
250.000
187.500
37.500

2.500.000 1.000.000 675.000 675.000 2.825.000 2.825.000
Pemilikan terhadap Saham-saham Perusahaan Anak dengan Harga di bawah Nilai Bukunya
Contoh :
Apabila pada contoh sebelumnya, pemilikan saham-saham PT B sebanyak 75 lembar yang dilakukan tersebut dengan harga @ Rp 8.000, maka oleh PT A akan dicatat sebagai berikut :
v  Jurnal Pemilikan
Investasi Sahm-saham PT B               Rp 600.000
Kas                                                      Rp 600.000
v  Jurnal eliminasi :
Modal Saham PT B                             Rp 562.500
Laba Yang Ditahan PT B                   Rp 112.500
Investasi Saham-saham PT B                                      Rp 600.000
Selisih Lebih Nilai Buku
di atas harga Perolehan Saham-saham PT B               Rp   75.000
PT A dan Perusahaan Anaknya ( PT B )
Daftar Lajur untuk Penyusunan Neraca Konsolidasi
Rekening-rekening Neraca PT A (Rp) PT B (Rp) Eliminasi Neraca Konsolidasi
D (Rp) K (Rp) D (Rp) K (Rp)
Aktiva: Kas
Piutang dagang
Persediaan
Aktiva Tetap
Investasi Saham-saham PT B
Elim 75% Modal Saham
Elim 75% Laba Yang Ditahan
Selisih Lebih Nilai Buku Diatas Harga Perolehan Saham-saham PT B
200.000 200.000
250.000
1.250.000
600.000


50.000 150.000
300.000
500.000




562.500 112.500 250.000 350.000
550.000
1.750.000
75.000

2.500.000 1.000.000



Hutang & Modal: Hutang Dagang
Modal Saham PT A
Laba Yang Ditahan PT A
Modal Saham PT B
Elim 75%
Hak Pemegang Saham Minorotas 25%
Laba Yang Ditahan, PT B
Elim 75%
Hak Pemegang Sahan Minoritas 25%
250.000 2.000.000
250.000





100.000 –

750.000


150.000
562.500 112.500

350.000 2.000.000
250.000
187.500
37.500

2.500.000 1.000.000 675.000 675.000 2.900.000 2.900.000
Cara Lain Pendekatan Daftar Lajur untuk Menyusun Neraca Konsolidasi
  1. Mengeliminasi sekaligus saldo rekening Invesatsi Saham Pada Perusahaan Anak dengan rekening lawaan seluruh jumlah / saldo Hak-hak Pemegang Saham Perusahaan Anak
  2. Menentukan bagian penyertaaan dari Pemegang Saham Minoritas dan selisihnya ditampung dalam rekening Selisih Lebih Harga Perolehan di atas Nilai buku Saham-saham Perusahan Anak atau Selisih Lebih Nilai Buku di atas harga Perolehan Saham-saham perusahaan anak.
(transaksi) pemilikan saham perusahaan anak sebesar 75% dari jumlah yang beredar Perusahaan anak dalam keadaan surplus Perusahaan anak dalam keadaan defisit
1. Pemilikan saham-saham perusahaan anak dengan harga di atas nilai bukunya Modal Saham, Perusahaan Anak (100%)                   xxx Laba Yang Ditahan, Perusahaan Anak            xxx
Selisih lebih Harga Perolehan
diatas Nilai Buku Saham-saham Perusahaan Anak xxx
–        Investasi Saham-saham, Perusahaan Anak        xxx
–        Hak Pemegang Saham Minoritas (25% x jumlah hak-hak pemegang saham perusahaan anak)         xxx
Modal Saham, Perusahaan Anak (100%)                        xxx Selisih lebih Harga Perolehan
diatas Nilai Buku Saham-saham Perusahaan Anak xxx
–        Investasi Saham-saham, Perusahaan Anak            xxx
–        Defisit, Perusahaan Anak   xxx
–        Hak Pemegang Saham Minoritas (25% x jumlah hak-hak pemegang saham perusahaan anak)            xxx
  1. Pemilikan saham-saham perusahaan anak dengan harga di bawah nilai bukunya
Modal Saham, Perusahaan Anak (100%)                   xxx Laba Yang Ditahan, Perusahaan Anak            xxx
–        Investasi Saham-saham, Perusahaan Anak        xxx
–        Hak Pemegang Saham Minoritas (25% x jumlah hak-hak pemegang saham perusahaan anak)         xxx
–        Selisih lebih Nilai Buku
diatas Harga Perolehan                                   Saham-saham Perusahaan                               Anak                           xxx
Modal Saham, Perusahaan Anak (100%)                        xxx –        Investasi Saham-saham, Perusahaan Anak            xxx
–        Hak Pemegang Saham Minoritas (25% x jumlah hak-hak pemegang saham perusahaan anak)            xxx
–        Selisih lebih Nilai Buku
diatas Harga Perolehan                         Saham-saham                                      Perusahaan Anak                                           xxx


Referensi :
https://succ3s.wordpress.com/2010/09/05/hubungan-perusahaan-induk-dan-perusahaan-anak/

Penggabungan Badan Usaha & Akuisisi

Penggabungan Usaha
Pengertian Penggabungan Usaha
Dunia usaha semakin lama semakin berkembang dan persaingan dalam jenis produk, mutu produk, maupun pemasarannya semakin ramai dan ketat sehingga seringkali timbul persaingan yang tidak sehat dan saling mengalahkan.
Untuk mengatasi adanya saling merugikan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain, perlu kiranya diadakan suatu bentuk kerja sama yang saling menguntungkan. Salah satu bentuk kerjasama yang dapat ditempuh adalah dengan melalui penggabungan usaha antara dua atau lebih perusahaan dengan perusahaan yang lain baik yang sejenis maupun yang tidak sejenis.
Berdasarkan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) No. 22 paragraf 08 tahun 1999 :
”Penggabungan usaha (business combination) adalah pernyataan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan (uniting wiith) perusahaan lain atau memperoleh kendali (control) atas aktiva dan operasi perusahaan lain”
Sedangkan menurut Hadori Yunus (1981 : 224), pengertiannya adalah sebagai berikut :
”Penggabungan badan usaha adalah usaha untuk menggabungkan suatu perusahaan dengan satu atau lebih perusahaan lain ke dalam satu kesatuan ekonomis.”
Dari definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa penggabungan usaha merupakan usaha pengembangan atau perluasan perusahaan dengan cara menyatukan perusahaan dengan satu atau lebih perusahaan lain menjadi satu kesatuan ekonomi.
Jenis dan bentuk penggabungan usaha
a. Jenis-jenis penggabungan usaha
Berdasarkan PSAK No. 22 paragraf 08 tahun 1999, terdapat dua jenis penggabungan usaha yaitu :
1) Akuisisi (acquisition) adalah suatu penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan, yaitu pengakuisisi (acquirer) memperoleh kendali atas aktiva netto dan operasi perusahan yang diakuisisi (acquiree), dengan memberikan aktiva tertentu, mengakui suatu kewajiban, atau mengeluarkan saham.
2) Penyatuan kepemilikan (uniting of interest/pooling of interest) adalah suatu penggabungan usaha dimana para pemegang saham perusahaan yang bergabung bersama-sama menyatukan kendali atas seluruh, atau secara efektif seluruh aktiva neto dan operasi kendali perusahaan yang bergabung tersebut dan selanjutnya memikul bersama segala resiko dan manfaat yang melekat pada entitas gabungan, sehingga tidak ada pihak yang dapat diidentifikasi sebagai perusahaan pengakuisisi (acquirer)
b. Bentuk-bentuk penggabungan usaha
Adapun bentuk-bentuk penggabungan usaha menurut Arifin S (2002 : 240-241) dapat dibedakan ke dalam beberapa golongan, antara lain sebagai berikut :
1) Ditinjau dari bentuk penggabungannya, terdapat tiga bentuk penggabungan usaha sebagai berikut :
– Penggabungan horisontal, yaitu penggabungan perusahaan-perusahaan yang sejenis yang menjadi satu perusahaan yang lebih besar. Pada umumnya dasar dibentuknya penggabungan usaha ini adalah untuk menghindari adanya persaingan diantara perusahaan yang sejenis dan meningkatkan efisiensi diantara perusahaan-perusahaan yang bersangkutan tersebut.
– Penggabungan vertikal, yaitu penggabungan perusahaan yang sebelumnya, keduanya mempunyai hubungan yang saling menguntungkan, misalnya suatu perusahaan lain yang kemudian pemasok (supplier) bahan baku perusahaan lain yang kemudian bergabung agar dapat terjaga adanya kepastian bahan baku dan kontinuitas produksi.
– Penggabungan konglomerat, yaitu merupakan kombinasi dari penggabungan horisontal dan vertikal. Penggabungan konglomerat ini merupakan gabungan dari perusahaan-perusahaan yang memiliki usaha yang berlainan misalnya perusahaan angkutan bergabung dengan perusahaan jasa hotel dan perusahaan makanan (catering).
2) Sedangkan dari segi hukumnya, penggabungan usaha dibagi menjadi :
– Merger, yaitu penggabungan usaha dengan cara satu perusahaan membeli perusahaan lain yang kemudian perusahaan yang dibelinya tersebut menjadi anak perusahaannya atau dibubarkan. Perusahaan yang dibelinya sudah tidak mempunyai status hukum lagi dan yang mempunyai status hukum adalah perusahaan yang membelinya.
– Konsolidasi, merupakan bentuk lain dari merger, yaitu penggabungan usaha dengan cara satu perusahaan bergabung dengan perusahaan lain membentuk satu perusahaan baru
– Afiliasi, yaitu penggabungan usaha dengan cara membeli sebagian besar saham atau seluruh saham perusahaan lain untuk memperoleh hak pengendalian (controlling interest). Perusahaan yang dikuasai tersebut tidak kehilangan status hukumnya dan masih beroperasi sebagaimana perusahaan lainnya.
Akuisisi
Pengertian Akuisisi
Sebelum membahas lebih lanjut tentang tujuan dan motivasi perusahaan melakukan akuisisi, terlebih dahulu akan dibahas pengertian dari akuisisi. Ada beberapa pendapat dari para ahli tentang definisi akuisisi yang dapat dikemukakan sebagai berikut :
Menurut PSAK No. 2 paragraf 08 tahun 1999 :
”Akuisisi (acqusition) adalah suatu penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan, yaitu pengakuisisi (acquirer) memperoleh kendali atas aktiva neto dan operasi perusahaan yang diakuisisi (acquiree), dengan memberikan aktiva tertentu, mengakui suatu kewajiban, atau mengeluarkan saham”.
Sedangkan Michael A. Hitt, dkk (2002 : 259) menyatakan bahwa :
”Akuisisi yaitu memperoleh atau membeli perusahaan lain dengan cara membeli sebagian besar saham dari perusahaan sasaran.”
Definisi lainnya menurut P.S Sudarsanan (1999) dalam Christina (2003 : 9);
”Akuisisi dapat didefinisikan sebagai sebuah perjanjian, sebuah perusahaan membeli aset atau saham perusahaan lain, dan para pemegang dari perusahaan lain menjadi sasaran akuisisi berhenti menjadi pemilik perusahaan.”
Marcell Go dalam Christina (2003 : 9), dalam bukunya yang berjudul manajemen grup bisnis menyatakan bahwa :
“Akuisisi sering juga disebut sebagai investasi peranan modal. Akuisisi adalah penguasaan sebagian saham dari perusahaan subsidiary, melalui pembelian saham hak suara perusahaan subsidiary, dalam jumlah material (lebih dari 50%)”.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka akuisisi dapat disimpulkan sebagai pengambilalihan kepemilikan suatu perusahaan oleh perusahaan lain yang dilakukan dengan cara membeli sebagian atau seluruh saham perusahaan, dimana perusahaan yang diambil alih tetap memiliki hukum sendiri dan dengan maksud untuk pertumbuhan usaha.
Klasifikasi Akuisisi
a) Berdasarkan bentuk dasar akuisisi, terdapat tiga prosedur dasar yang tepat dilakukan perusahaan untuk mengambil alih perusahaan lain, yaitu :
1) Merger atau konsolidasi
Istilah merger sering digunakan untuk menunjukkan penggabungan dua perusahaan atau lebih, dan kemudian tinggal nama salah satu perusahaan yang bergabung. Sedangkan consolidation menunjukkan penggabungan dari dua perusahaan atau lebih, dan dari perusahaan-perusahaan yang bergabung tersebut hilang, kemudian muncul nama baru dari perusahaan gabungan.
2) Akuisisi saham
Cara kedua untuk mengambil alih perusahaan lain adalah membeli saham perusahaan tersebut, baik dibeli secara tunai, ataupun menggantinya dengan sekuritas lain (saham atau obligasi). Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan untuk memilih antara akuisisi saham atau merger :
– Dalam akuisisi saham, tidak diperlukan rapat umum pemegang saham (RUPS) dan pemungutan suara
– Dalam akuisisi saham, perusahaan yang akan mengakuisisi dapat berhubungan langsung dengan pemegang saham target lewat tender offer.
– Akuisisi saham seringkali dilakukan secara tidak bersahabat untuk menghindari manajemen perusahaan target yang seringkali menolak akuisisi tersebut.
– Seringkali sejumlah minoritas pemegang saham dari perusahaan target tetap tidak mau menyerahkan saham mereka untuk dibeli dalam tender offer, sehingga perusahaan target tetap tidak sepenuhnya terserap ke perusahaan yang mengakuisisi.
3) Akuisisi Assets
Suatu perusahaan dapat mengakuisisi perusahaan lain dengan jalan membeli aktiva perusahaan tersebut. Cara ini akan menghindarkan perusahaan dari kemungkinan memiliki pemegang saham minoritas, yang dapat terjadi pada peristiwa akuisisi saham. Akuisisi assets dilakukan dengan cara pemindahan hak kepemilikan aktiva-aktiva yang dibeli.
b) Berdasarkan keterkaitan operasinya, akusisi dikelompokkan sebagai berikut :
– Akuisisi Horisontal
Akuisisi ini dilakukan terhadap perusahaan lain yang mempunyai bisnis atau bidang usaha yang sama. Perusahaan yang diakuisisi dan yang mengakuisisi bersaing untuk memasarkan produk yang mereka tawarkan
– Akuisisi vertikal
Akuisisi ini dilakukan terhadap perusahaan yang berada pada tahap proses produksi yang berbeda. Misalnya, perusahaan rokok mengakuisisi perusahaan perkebunan tembakau.
– Akuisisi konglomerat
Perusahaan yang mengakuisisi dan yang diakuisisi tidak mempunyai keterkaitan operasi. Akuisisi perusahaan yang menghasilkan food-product oleh perusahaan komputer, dapat dikatakan sebagai akuisisi konglomerat (Suad Husnan, 1998 : 648-651)
Motivasi Akuisisi
Alasan yang sering dikemukakan ketika perusahaan bergabung dengan perusahaan lain atau melakukan akuisisi adalah karena dengan akuisisi, perusahaan mampu mencapai pertumbuhan lebih cepat daripada harus membangun unit usaha sendiri. Selain itu, faktor yang paling mendasari perusahaan melakukan akuisisi adalah motif ekonomi (mendapat keuntungan).
Beberapa perusahaan melakukan akuisisi karena adanya beberapa motivasi. Menurut Suad Husnan (1998 : 658-660) motivasi akuisisi adalah sebagai berikut :
a) Sinergi
Sinergi merupakan nilai gabungan dari kedua perusahaan yang bergabung, lebih besar dari penjumlahan masing-masing nilai perusahaan yang digabungkan. Jadi, kondisi saling menguntungkan Pdari peristiwa akuisisi, akan terjadi jika telah diperoleh sinergi. Sinergi yang dihasilkan akuisisi ada dua jenis yaitu operasional sinergi dan sinergi keuangan. Operasional sinergi adalah sinergi yang dinikmati perusahaan karena kombinasi dari beberapa operasi, sehingga dapat menekan biaya atau menaikkan penghasilan. Sedangkan sinergi keuangan, berasal dari penghematan yang dinikmati perusahaan yang berasal dari sumber pendanaan (financing)
b) Peningkatan pendapatan
Dengan adanya akuisisi, pendapatan dapat meningkat karena kegiatan pemasaran yang lebih baik, strategi benefits, dan peningkatan daya saing. Pemasaran yang lebih baik dapat terjadi karena pemilihan bentuk dan media promosi yang lebih tepat, memperbaiki sistem distribusi, dan menyeimbangkan komposisi produk. Strategi benefits memungkinkan perusahaan mengembangkan produk, atau menembus target pasar yang semula sulit untuk dilakukan. Sedangkan peningkatan daya saing dapat terjadi apabila penggabungan usaha tersebut meningkatkan pengusaan pasar oleh perusahaan sehingga menimbulkan kekuatan monopoli.
c) Penurunan biaya
Penurunan biaya mungkin dapat terjadi sebagai akibat dari peningkatan unit yang dihasilkan, sehingga menekan biaya rata-rata (economies of scale) menghilangkan manajemen yang kurang efisien dan penggunaan sumberdaya yang komplementer, juga merupakan sumber-sumber untuk mengurangi biaya.
d) Penghematan pajak
Perusahaan melakukan akuisisi sebagai potensi memperoleh penghematan pajak. Salah satu sumber penghematan pajak adalah untuk meningkatkan debt capacity. Apabila penggabungan perusahaan menyebabkan kombinasi perusahaan tersebut mampu meminjam lebih besar tanpa harus meningkatkan biaya kebangkrutan, maka tambahan pinjaman tersebut akan mampu memberikan manfaat dalam bentuk tax savings.
e) Diversifikasi
Manajemen melakukan akuisisi untuk tujuan diversifikasi usaha, yaitu keinginan untuk memasuki industri yang lebih luas dan menguntungkan dimana industri target berada, dan dengan menggabungkan dua badan usaha yang berbeda ini, maka akan memiliki jenis usaha yang lebih besar tanpa harus memulai usaha dari awal, karena semuanya sudah dirintis oleh perusahaan yang diakuisisi, sehingga perusahaan pengakuisisi hanya melanjutkan apa yang telah ada.
Manfaat Akuisisi
Menurut Shapiro (1991 : 933) dalam Christina (2003 : 12), keuntungan atau manfaat akuisisi adalah sebagai berikut :
1) Peningkatan tingkat pertumbuhan yang lebih cepat dalam bisnis sekarang daripada melakukan pertumbuhan secara internal.
2) Mengurangi tingkat persaingan dengan membeli beberapa badan usaha guna menggabungkan kekuatan pasar dan pembatasan persaingan.
3) Memasuki pasar baru penjualan dan pemasaran sekarang yang tidak dapat ditembus
4) Menyediakan managerial skill, yaitu adanya bantuan manajerial mengelola aset-aset badan usaha.
Proses Akuisisi
Proses akuisisi merupakan suatu faktor penting, terutama karena pembelian suatu unit bisnis tertentu pada umumnya berkaitan dengan jumlah uang yang relatif besar dan membutuhkan waktu yang relatif lama, sehingga bagi perusahaan pengambil alih, sebelum memutuskan untuk akuisisi terhadap suatu perusahaan terlebih dahulu akan berusaha memahami secara lebih jelas mengenai prospek dan sasaran yang akan dicapai.
Proses akuisisi menurut P.S Sudarsaman (1999 : 50) dalam Christina (2003 : 15) terdiri dari tiga tahap, yaitu :
1) Tahap persiapan, meliputi :
– Mengembangkan strategi akuisisi, alasan penciptaan nilai dan kriteria akuisisi
– Meneliti, menyaring dan mengidentifikasi perusahaan target.
– Evaluasi strategi terhadap sasaran dan menilai kelayakan akuisisi
2) Tahap negosiasi, meliputi :
– Pengembangan strategi pengarahan
– Mengevaluasi keuangan dan perhitungan harga perusahaan target
– Negosiasi dan transaksi pembiayaan
3) Tahap integrasi (penggabungan), meliputi :
– Mengevaluasi kesehatan organisasi dan budaya perusahaan
– Mengembangkan pendekatan integrasi
– Menyesuaikan strategi, organisasi dan budaya antara perusahaan pengakuisisi dan perusahaan yang diakusisi.
– Hasil-hasil
Sedangkan menurut Alfred Rappaport (1979) dalam Christina (2003: 16) proses analisis akuisisi melalui tiga tahap yaitu :
1) Planning
Proses perencanaan akuisisi dimulai dengan suatu analisis terhadap corporate objectives and product market strategics. Analisis ini ditujukan untuk memahami kekuatan dan kelemahan yang meliputi berbagai aspek seperti ekonomi, sosial, teknologi dan sebagainya. Disamping itu, analisis ini juga meliputi parameter-paratemeter industri seperti proyeksi tingkat pertumbuhan pasar, peraturan pemerintah dan faktor sumber daya manusia dengan menggunakan berbagai kriteria seperti kualitas manajemen, profitabilitas, struktur modal dan kriteria lainnya.
2) Search and Screen
Proses pencarian dan pelacakan merupakan suatu pendekatan sistematik untuk menggabungkan berbagai prospek akuisisi yang menarik dan dianggap menguntungkan. Proses pencarian lebih menfokuskan pada “bagaimana” dan “dimana” mencari calon perusahaan yang akan diambil alih, yang dianggap menunjukkan calon terbaik sesuai dengan sasaran dan kriteria yang dikembangkan dalam tahap proses perencanaan.
3) Financial evaluation
Proses evaluasi keuangan lebih memfokuskan pada jawaban manajemen atas beberapa pertanyaan mengenai harga tertinggi yang harus dibayar oleh perusahaan pengambil alih serta apa yang menjadi resiko utama.
Perlakuan Akuntansi Akuisisi
Dilihat dari segi akuntansinya, apabila dua atau lebih badan usaha diselenggarakan bersama atau digabungkan dengan tujuan untuk melanjutkan usaha-usahanya yang terdahulu. Sebagai akibat adanya kombinasi tersebut, maka prosedur pencatatan akuntansinya terdiri dari dua macam metode yaitu metode pembelian (by purchase) dan metode penyatuan kepentingan (by pooling of interest)
Menurut Hadori Yunus (1981 : 251, 258) :
a) Metode pembelian (by purchase), yaitu apabila di dalam suatu kombinasi usaha dari dua atau lebih badan usaha, dimana bagian yang terpenting dari pemilikan perusahaan atau perusahaan-perusahaan yang diperoleh itu dieliminasikan. Atau apabila penggabungan badan usaha tersebut berakibat para pemilik perusahaan yang bergabung tidak lagi ikut berpartisipasi secara substansil di dalam perusahaan tunggal yang dibentuk. Dengan lain perkataan, sebagai akibat kombinasi usaha itu terjadi (timbul) suatu pemilikan baru.
b) Metode penyatuan kepentingan (by pooling of interest), yaitu pada suatu kombinasi usaha dari dua atau lebih badan usaha, dimana pemegang-pemegang dari bagian penting atas pemilikan masing-masing badan usaha itu menjadi pemilik dari badan usaha yang kemudian memiliki harta kekayaan dan usaha-usaha dari perusahaan yang bergabung, baik secara langsung atau melalui satu atau lebih anak perusahaan.
Sedangkan menurut Suad Husnan (1998 : 655,656)
a) Metode pembelian (by purchase)
Metode ini mencatat kekayaan perusahaan yang diakuisisi pada harga pasar yang wajar (fair market value) pada buku perusahaan yang melakukan akuisisi. Dengan demikian, maka perusahaan yang melakukan akuisisi dapat menentukan harga perolehan yang baru (new cost basis) untuk aktiva-aktiva yang diakuisisi. Pada metode ini, istilah akuntansi “goodwill” diciptakan. Goodwill merupakan selisih antara harga yang dibayar dengan nilai pasar yang wajar dari aktiva yang diakuisisi.
b) Metode penyatuan kepentingan (by pooling of interest)
Dengan metode ini, aktiva-aktiva perusahaan baru dinilai sama dengan nilai buku dari perusahaan yang mengakuisisi dan diakuisisi. Perusahaan yang baru, dimiliki bersama oleh para pemegang saham perusahaan-perusahaan lama. Aktiva total dan ekuitas total tidak mengalami perubahaan. Tidak ada goodwill yang timbul. Metode ini digunakan apabila perusahaan pengakuisisi menerbitkan saham dengan hak suara (voting stock) sebagai pertukaran minimal sebanyak 90% dari saham denga hak suara yang diakuisisi.

Referensi :
https://dwiermayanti.wordpress.com/2009/10/15/penggabungan-badan-usaha-akuisisi/

Bagaimana cara menghitung Breakeven Point (BEP)


Bagaimana cara menghitung Breakeven Point (BEP) usaha anda ? (002/2011)
Ketika anda ingin memulai sebuah usaha, ada tiga hal pokok yang harus anda pertimbangan atau perhitungkan yaitu : Produk, Modal dan Pasar.  Dalam pembahasan kali ini karena judulnya bagaimana cara menghitung BEP, maka pembahasan hanya difokuskan pada modal. Adapun untuk 2 pokok lainnya akan dibahas dalam kesempatan yang lain.
Dengan memiliki modal anda akan dapat membeli peralatan untuk berproduksi, membeli bahan baku, membayar gaji pekerja dan membuat program marketing seperti halnya pemasangan iklan di media massa baik cetak maupun elektronik.
Modal atau untuk lebih membumi, marilah kita sebut modal menjadi uang. Sumber uang bagi anda seorang pengusaha tentunya beragam untuk setiap orang seperti dari simpanan/tabungan, warisan keluarga, pinjaman dari kerabat/sahabat dan pinjaman dari lembaga keuangan. Pada umumnya sumber uang dari selain lembaga keuangan tidak terlalu ribet dengan urusan administrasi dan studi kelayakan usaha, karena anda memiliki hubungan kekerabatan dan emosional yang cukup dekat dengan sumbernya, sehingga mereka akan sangat mempercayai anda.
Sebaliknya pinjaman yang diperoleh dari lembaga keuangan baik itu bank dan non bank, ketika anda mengajukan kredit, anda diwajibkan untuk memaparkan studi kelayakan usaha yang intinya harus dapat menyakinkan pihak kreditor, bahwa usaha anda pantas untuk dibiayai dan memiliki prospek yang positif. Salah satu indicator yang umum digunakan oleh kreditor adalah tingkat Breakeven Point (BEP).
Selanjutnya untuk menyamakan persepsi, mari kita bahas apa sebenarnya disebut dengan BEP. Dalam bahasa umum, BEP dapat disebut juga sebagai Titik Pulang Pokok. Titik Pulang pokok memiliki makna saat/kapan modal yang digunakan akan kembali. Dalam menghitung “saat atau kapan” ini, ada dua metode penghitungan yang dapat kita pilih yaitu saat jumlah produksi mencapai berapa unit dalam hal ini disingkat dengan (Q) ? Atau saat total penjualan mencapai berapa harga berapa rupiah atau disingkat dengan (P)?
Adapun rumus/formula dari dua metode tersebut diatas adalah sebagai berikut :
1.            BEP-Unit              = (Biaya Tetap) / (Harga per unit – Biaya Variable per Unit)
2.            BEP-Rupiah         = (Biaya Tetap) / (Kontribusi Margin per unit / Harga per Unit)
Penjelasan Rumus :
a)                  BEP Unit / Rupiah =  Titik pulang pokok
b)                  Biaya Tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap walaupun usaha anda tidak sedang berproduksi seperti biaya gaji karyawan, biaya penyusutan peratalan usaha, biaya asuransi. Dll.
c)                   Biaya Variable adalah biaya yang jumlahnya akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah produksi. Misalnya bahan baku, bahan bakar, biaya listrik dll
d)                  Harga per unit adalah harga jual barang atau jasa yang dihasilkan.
e)                  Biaya Variable per unit adalah total biaya variable dibagi dengan jumlah unit yang di produksi atau dengan kata lain biaya rata-rata per unit.
f)                   Margin Kontribusi per unit adalah selisih harga jual per unit dengan biaya variable per unit.
Untuk lebih jelasnya marilah kita aplikasikan rumus tersebut dalam contoh kasus dibawah ini :
Sebuah perusahaan yang diberi nama “Usaha Maju” memiliki data-data biaya dan rencana produksi seperti berikut ini :
1)                  Biaya Tetap sebulan adalah sebesar Rp.140juta yaitu terdiri dari :
Biaya Gaji Pegawai + Pemilik                                       = Rp.75,000,000
Biaya Penyusutan Mobil Kijang                                  = Rp.  1,500,000
Biaya Asuransi Kesehatan                                            = Rp.15,000,000
Biaya Sewa Gedung Kantor                                         = Rp.18,500,000
Biaya Sewa Pabrik                                                            = Rp.30,000,000
2)                  Biaya Variable per Unit Rp. 75,000.00 yaitu terdiri dari :
Biaya Bahan Baku                                                             = Rp.35,000
Biaya Tenaga Kerja Langsung                                      = Rp.25,000
Biaya Lain                                                                            = Rp.15,000
3)                  Harga Jual per Unit Rp.95,000.
Sekarang mari kita hitung berapa tingkat BEP usaha tersebut baik dalam unit maupun dalam rupiah :
BEP unit adalah
= Biaya Tetap / (harga per unit – biaya variable per unit)
= Rp.140juta / (Rp.95,000 – Rp.75,000)
= Rp.140juta / Rp.20,000
= 7,000 unit
BEP Rupiah adalah
= Biaya Tetap / (Kontribusi Margin per unit : Harga per unit)
= Rp.140 juta / (Rp.20,000 : Rp. 95,000)
= Rp.140juta  / 0.2105
= Rp.665,083,135
Penjelasan perhitungan BEP :
Untuk dapat beroperasi dalam kondisi BEP yaitu laba nol, perusahaan Usaha Maju Terus harus dapat menghasilkan produk sebanyak 7,000 unit dengan harga Rp.95,000 unit, maka jumlah penjualannya akan menjadi Rp.665,083,135.
Aplikasi BEP untuk penghitungan target laba.
Dengan mengetahui kapan perusahaan melewati tingkat BEP, maka anda sebagai manager atau pemilik Usaha Maju Terus akan dapat menghitung berapa minimal penjualan untuk mendapatkan laba yang anda targetkan, yaitu dengan cara menambahkan laba yang ditargetkan tersebut dengan biaya tetap yang anda miliki.
Misalkan target laba anda sebulan adalah Rp.75 juta, maka minimal penjualan yang anda harus capai adalah sebagai berikut :
BEP – Laba = (Biaya Tetap + Target Laba) / (Harga per unit – Biaya Variable per unit)
BEP – Laba = (Rp.140juta + Rp.75juta) / (Rp.95,000 – Rp.75,000)
BEP – Laba = Rp.215juta / Rp.20,000
BEP – Laba = 10,750 unit atau
BEP – Laba = Rp.1,021,250,000 (10,750 unit x Rp.95,000)
Mari kita buktikan perhitungan tersebut diatas, apakah benar dengan menjual sebanyak 10,750 unit Usaha Maju Terus akan mendapatkan laba sebesar Rp.75,000,000.
A
Penjualan (10,750 unit x Rp.95,000)
Rp.1,021,250,000
B
Dikurangi :



1. Biaya Tetap
Rp.140,000,000


2. Biaya Variable (10,750 x Rp.75,000)
Rp.806,250,000


Total Biaya

Rp.   946,250,000
C
Laba / (Rugi)

Rp.     75,000,000





Terbuktikan…!
Efek perubahan “sales-mix” terhadap BEP
- Sales-mix untuk mencari break-even point dari dua atau lebih produk yang dihasilkan perusahaan.
- Apabila ada perubahan sales-mix, maka BEP-nya secara totalitas akan berubah.
- Perhitungannya dengan cara mencari break-even point satu jenis produk karena adanya variable cost dan harga jual per unit yang berbeda dari masing-masing jenis produk.
Contoh:
Perusahaan “IndoJaya” bergerak dalam bidang produksi “kain batik” dan “stagen” merencanakan perluasan daerah pemasarannya.
Penjualan kain batik direncanakan sebesar 25.000 unit @ Rp 3.500 dan stagen sebesar 15.000 unit @ Rp 1.000.
Variable cost untuk setiap jenis produk adalah Rp 2.000 per unit kain batik, dan Rp 600 per unit stagen.
Fixed cost untuk kedua jenis produk tersebut adalah Rp 28.275.000.
Hitunglah break-even point untuk kedua jenis produk tersebut!
Keterangan                                Kain Batik              Stagen                       Total
Penjualan                                  87.500.000            15.000.000            102.500.000
Fixed Operation Cost                      -                              -                       28.275.000
Variabel Operating cash            50.000.000              9.000.000               59.000.000
28.275.000
(102.500.000-59.000.000)/102.500.000
       = Rp. 66.625.000,- (pembulatan)
Margin of Safety (MoS)
       Margin of Safety adalah batas keamanan yang menyatakan sampai seberapa jauh volume penjualan yang dianggarkan boleh turun agar perusahaan tidak menderita rugi atau dengan kata lain, batas maksimum penurunan volume penjualan yang dianggarkan, yang tidak mengakibatkan kerugian.
       Misalnya margin of safety ditemukan 30%, artinya realisasi penjualan dipertahankan jangan sampai turun lebih dari 30%. Apabila realisasi penjualan turun lebih dari 30%, maka perusahaan akan menderita kerugian, sedang bila penurunan sampai 30% perusahaan dalam kondisi Break even yang digunakan untuk mencari tingkat keamanan atau MoS adalah sebagai berikut.
1.penjualan MoS yang direncanakan
MoS = Penjualan per budget      x 100
            Penjualan per titik impas
2. Penjualan MoS
MoS = penjualan per budget – penjualan per titik impas  x 100
                               penjualan per budget
Mencari Margin of safety :
sales budget/rencana penjualan = 50 juta
penjualan per BEP = 37,5 juta
= 133,33 %
Hal ini berarti bahwa tingkat penjualan perusahaan tersebut tidak boleh turun lebih dari 33,33 % dari penjualan break even.
33,33 % X Rp 37 500 000= Rp 12.500.000,-
Realisasi penjualan tidak boleh turun lebih dari Rp. 12.500.000,- dari penjualan yang direncanakan.
Atau bisa juga dihitung :
(sales budget-sales BE)/sales budget
(Rp 50 juta- Rp 37,50 juta)/Rp 50 juta= 25 %
Artinya penjualan tidak boleh turun lebih dari 25 % penjualan yang direncanakan.
25 % X Rp 50 juta = Rp 12 500 000,-
Realisasi penjualan tidak boleh turun lebih dari Rp. 12.500.000,- dari penjualan yang direncanakan.
Degree of Operating Leverage (DOL)
       Financial Leverage adalah kemampuan perusahaan dalam menggunakan dana yang mempunyai beban tetap untuk memperbesar pengaruh perubahan EBIT terhadap perubahan EPS, sehingga dapat disimpulkan maksud dari analisis financial leverage adalah serangkaian proses perhitungan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan perusahaan dalam mengguanakan dana yang mempunyai beban tetap untuk memperbesar pengaruh perubahan EBIT terhadap perubahan EPS. Semakin besar dana yang berasal dari luar yang disertai dengan beban keuangan tetap, maka akan semakin besar pula beban keuangan yang harus dibayar.
Menurut Warsono (2003:217) ada 2 macam biaya keuangan tetap yang dapat ditemukan dalam perusahaan, yaitu :
1.Bunga atas utang, dan
2.Dividen saham preferen.
Kedua biaya tersebut harus tetap dibayar tanpa menghiraukan jumlah EBIT yang tersedia untuk membayarnya.
Leverage operasi
       Menurut warsono (2003:213) operating leverage dapat didefinisikan sebagai penggunaan potensial biaya-biaya operasi untuk memperbesar pengaruh perubahan dalam penjualan terhadap laba sebelum bunga dan pajak perusahaan. Berarti, analisis leverage operasi digunakan untuk melihat seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menggunakan biaya operasi tetap untuk memperbesar pengaruh perubahan volume penjualan terhadap EBIT.
Masalah Finansial Leverage
       Masalah financial leverage baru timbul setelah perusahaan meggunakan dana dengan beban tetap, seperti halnya masalah operating leverage baru timbul setelah perusahaan dalam operasinya mempunyai biaya tetap. Perusahaan yang menggunakan dana dengan beban tetap dikatakan menghasilkan leverage yang menguntungkan (favorable financial leverage) .
Rasio Leverage
Rasio leverage ada 2 macam :
1. Rasio utang terhadap ekuitas
       Untuk menilai sejauh mana perusahaan menggunakan uang yang dipinjam, kita dapat menggunakan beberapa rasio utang (debt ratio) yang berbeda. Rasio utang terhadap ekuitas dapat dihitung dengan membagi total hutang perusahaan (termasuk kewajiban jangka pendek) dengan ekuitas pemegang saham. Rumus :
Rasio hutang terhadap ekuitas = total hutang : ekuitas pemegang saham
2. Rasio hutang terhadap total aktiva
       Rasio hutang terhadap total aktiva didapat dari membagi total hutang dalam perusahaan dengan total aktivanya. Rumus :
Rasio hutang terhadap total aktiva = total hutang : total aktiva
Perhitungan Tingkat Leverage operasi secara aljabar
Tingkat leverage operasi = perubahan presentase laba operasi
perubahan % unit yang terjual
atau pendapatan total
Contoh Soal :
      Diketahui
                                             Mesin A                                 Mesin B               
Penjualan                             2.500.000                             2.500.000
Biaya Variabel                      2.500.000                             2.500.000
Kontribusi Margin                2.000.000                             1.500.000
Biaya Tetap                            500.000                             1.000.000
EBIT                                     100.000                                 500.000
1. Berapakah degree of operating leverage (DOL) Cv. Sekar Adina untuk mesin A?
Jawab :
     Degree of Operating Leverage (DOL)
     DOL     =     S-BV        =      Qx(P-V)                           Dimana:
                        S-BV-T             Qx(P-V)-BT                    Q= jumlah unit produk
                                                                                          P= harga jual per unit
                                                                                          V= biaya variabel per unit
                                                                                          T= biaya tetap
Pemecahan:
DOL  =   S-BV        =     Qx(P-V)   
               S-BV-T         Qx(P-V)-BT
DOL  =  00x(5000-4000)                              = 1,25
             5000x(5000-4000)-100.000
2. Berapakah degree of operating (DOL) Cv. Sekar Adina untuk mesin B?
Jawab :
     Degree of Operation Leverage (DOL)
     DOL   =     S-BV      =         Qx(P-V)                                 Dimana:
                      S-BV-T           Qx(P-V)-BT                             Q= jumlah unit produk
                                                                                               P= harga jual per unit
                                                                                               V= biaya variabel per unit
                                                                                               T= biaya tetap
Pemecahan:
DOL   =      S-BV       =       Qx(P-V)   
                 S-BV-T            Qx(P-V)-BT
DOL   =         _500x(5000-3000)             = 2
               5000x(5000-3000)-500.000
3. Berapakah Degree of Financial Leverage (DFL) Cv. Sekar Adina untuk mesin A, bila diketahui mesin A menanggung biaya bunga sebesar Rp. 100.000 dan beban pajak 40%?
Jawab :
     Degree of Financial Leverage (DFL)                 Dimana:
     DFL  =    EBIT    =    Qx(P-V)-BT                  Q= jumlah unit produk
                   EBIT-I        Qx(P-V)-BT-I                 P= harga jual per unit
                                                                             V= biaya variabel per unit
                                                                             T= biaya tetap                                                     
                                                                             I= biaya bunga
4. Berapakah Degree of Financial Leverage (DFL) Cv.Sekar Adina untuk mesin A, bila diketahui mesin A menanggung biaya bunga sebesar Rp. 300.000 dan beban pajak 40%?
Jawab :
     Degree of Financial Leverage (DFL)
     DFL   =      EBIT     =         Qx(P-V)-BT                   Dimana:
                      EBIT-I              Qx(P-V)-BT-I                 Q= jumlah unit produk
                                                                                       P= harga jual per unit
                                                                                      V= biaya variabel per unit
                                                                                      T= biaya tetap
                                                                                       I= biaya bunga
                                                 Mesin A
Penjualan                                 2.500.000
Biaya variabel                          1.500.000
Kontribusi margin                     1.000.000
Biaya tetap                                  500.000
EBIT                                           500.000                                    
Biaya bunga                                 300.000
EBT                                            200.000
Pajak 40%                                    80.000
EAT                                            120.000
Pemecahan:
DFL     =     EBIT    =    Qx(P-V)-BT 
                  EBIT-I        Qx(P-V)-BT-I
DFL     =   _500.000                = 2,5
               500.000-300.000
 
Referensi :
http://newsinvestama.blogspot.co.id/2014/05/cara-menghitung-bep-usaha-anda.html