Minggu, 12 Juli 2015

Kasus Perlindungan Konsumen UU No.8 Tahun 1999

Perlindungan konsumen adalah suatu hal yang sangat penting. Namun terkadang masih sering disepelekan oleh para pelaku usaha. Padahal perlindungan konsumen itu sendiri sudah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Th, 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pada dasarnya menurut UU RI No. 8 Tahun 1999 Pasal 3, UU Perlindungan konsumen ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut :
1.      meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untukmelindung diri;
2.      mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
3.      meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4.      menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
5.      menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
6.      meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha .produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Sesuai dengan bunyi Pasal 8 ayat 1, secara jelas disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Namun, sejauh ini UU Perlindungan konsumen tersebut belum sepenuhnya ditegakkan. Konsumen sebagai objek UU Perlindungan Konsumen masih saja sering dirugikan oleh para produsen nakal. Masih banyak saja pelanggaran UU Perlindungan konsumen yang terjadi di Indonesia.
Para pelaku usaha sering kali tidak memikirkan kepuasan konsumen. Tak jarang banyak pelaku usaha yang tega berbuat curang kepada konsumen yang nantinya akan merugikan konsumen demi tercapainya keuntungan yang maksimal atau untuk menekan ongkos produksi mereka. Dan yang lebih parahnya lagi jika konsumen tersebut tidak menyadari perbuatan curang para pelaku usaha tersebut. Terkadang bukan hanya pihak pelaku usaha saja yang salah, tetapi tak jarang juga kerugian itu disebabkan oleh ketidaktelitian konsumen dalam membeli produk-produk yang dijual oleh sang pelaku usaha.
Sudah banyak kasus-kasus pelanggaran UU Perlindungan Konsumen yang terjadi di Indonesia. Padahal sudah secara jelas diungkapkan dalam UU Perlindungan konsumen tersebut mengenai hak-hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Tetapi tetap saja ada pelanggaran terhadap hal tersebut. Masih banyak konsumen yang tidak mengerti akan hak-hak dan kewajibannya sebagai konsumen. Demikian pula halnya dengan para pelaku usaha.
Hak Konsumen merupakan Hak Asasi
Mengingat betapa pentingnya hak-hak konsumen, sehingga
melahirkan persepsi bahwa hak-hak konsumen merupakan generasi
Keempat Hak Asasi Manusia yang merupakan kata kunci dalam konsepsi
hak asasi dalam perkembangan umat manusia di masa yang akan datang.
Dimana persoalan hak asasi manusia tidak cukup hanya dipahami dalam
konteks hubungan kekuasan yang bersifat vertikal, tetapi mencakup pula
hubungan-hubungan kekuasaan yang bersifat horisontal, antar kelompok
masyarakat, antara golongan rakyat atau masyarakat, dan bahkan antar satu
kelompok masyarakat di suatu negara dengan kelompok masyarakat di
negara lain. Hak konsumen dalam artian yang luas ini dapat disebut sebagai
dimensi baru hak asasi manusia yang tumbuh dan harus dilindungi dari
kemungkinan penyalahgunaan atau tindakan sewenang-wenang dalam
hubungan kekuasaan yang bersifat horizontal antara pihak produsen dengan
konsumennnya.
Pengertian konseptual hak asasi manusia itu dalam sejarah instrumen
hukum internasional setidak-tidaknya telah melampaui tiga generasi
perkembangan. Generasi pertama, yaitu pemikiran mengenai konsepsi hak
asasi manusia yang sejak lama berkembang dalam wacana para ilmuwan
sejak era enlightenment di Eropa, meningkat menjadi dokumen-dokumen hukum internasional yang resmi.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
·         Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
·         Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
·         Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
·         Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
·         Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
·         Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
·         Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Ø  LPK (Lembaga Perlindungan Konsumen)     
merupakan lembaga yang memberikan perlindungan kepada konsumen , memberikan kepastian hukum terhadap hak hak konsumen dalam memperoleh nilai dari penggunaan suatu konsumsi barang dan jasa
Ø  Amandemen Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Amandemen/penyempurnaan Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dilakukan melalui serangkaian kegiatan mulai dari pemetaan pasal-pasal Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang memerlukan penyempurnaan, melakukan pembahasan dengan para pakar dan praktisi hukum pidana dalam forum group discussion yang intensif dan terakhir seminar membahas penyempurnaan naskah akademis Undang-undang dimaksud.
Kegiatan penyusunan amandemen Undang-undang Perlindungan Konsumen dimulai sejak akhir tahun 2005 dan selesai pertengahan tahun 2007. Naskah Akademis Amandemen Undang-undang perlindungan konsumen sudah disampaikan kepada Menteri Perdagangan melalui Surat Ketua BPKN No. 42/BPKN/Set/7/2007 tanggal 5 Juli 2007 perihal usulan perubahan Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, untuk dapat dimasukkan dalam Proglenas tahun 2011.
Beberapa hal mendasar dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen, yang diusulkan untuk disempurnakan diantaranya :
1.      Sistematika Undang-undang akan memisahkan secara jelas dan tegas antara tanggungjawab Pelaku Usaha barang dengan tanggungjawab Pelaku Usaha jasa, karena secara hukum kedua jenis tanggungjawab tersebut memiliki perbedaan yang mencolok.
2.      Jenis tanggungjawab Pelaku Usaha akan terdiri dari dua jenis, yaitu tanggungjawab kontraktual, yaitu tanggungjawab Pelaku Usaha berdasarkan kontrak yang dibuatnya, dan tanggung jawab produk (product liability) yaitu tanggungjawab Pelaku Usaha barang bergerak atas dasar tanggung jawab langsung (strict liability).
3.      Penyelesaian sengketa konsumen akan dipisahkan secara tegas antara penyelesaian sengketa secara litigasi dan non litigasi, dan penyelesaian secara non litigasi dibatasi dalam nilai gugatan tertentu.
4.      Penyelesaian sengketa konsumen secara non litigasi yang dilakukan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), dapat digambarkan sebagai berikut:
1.      Gugatan konsumen terhadap Pelaku Usaha harus diputuskan oleh BPSK dalam waktu 21 hari kerja;
2.      Putusan BPSK bersifat final dan mengikat (final and binding);
3.      (3) Dalam 7 (tujuh) hari kerja setelah putusan BPSK, Pelaku Usaha wajib melaksanakan putusan tersebut;
4.      Baik Pelaku Usaha maupun Konsumen dapat mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri dalam tenggang waktu 14 hari kerja terhitung sejak putusan BPSK, dan Pengadilan Negeri harus memberikan putusan dalam waktu 21 hari kerja;
5.      Terhadap putusan Pengadilan Negeri dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung dalam tenggang waktu 14 hari terhitung sejak putusan Pengadilan Negeri, dan Mahkamah Agung harus memutuskan dalam waktu 30 hari.
6.      Apabila Pelaku Usaha maupun Konsumen tidak mengajukan keberatan, dan si Pelaku Usaha juga tidak melaksanakan putusan BPSK dalam tenggang waktu 7 hari terhitung sejak putusan BPSK, maka BPSK wajib menyerahkan kasus tersebut kepada penyidik.
1.      Kedudukan, fungsi, tugas dan wewenang berbagai lembaga, akan ditata kembali antara lain:
1.      Badan Perlindungan Konsumen Nasional ( BPKN )
Badan ini akan lebih difungsikan sebagai badan yang mengkoordinasikan mulai dari kebijakan sampai dengan pelaksaan kebijakan di bidang perlindungan konsumen.
1.      Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ( BPSK )
Badan ini akan difokuskan pada uapaya penyeleasain sengketa konsumen secara non litgasi, sehingga fungsi – fungsi pengawasan , penelitian , konsultasi dan lain – lain yang sekarang dimiliki oleh BPSK , akan dikembalikan kepada lembaga atau aparat pemerintah terkait.
1.      Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)
Akan semakin diakui eksistensi LPKSM sebagai mitra dalam penegakan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Bidang garapannya akan diarahkan pada spesialisasi, misalnya LPKSM Kelistrikan, LPKSM Kesehatan, LPKSM Perbankan, dan lain-lain



Contoh kasus :
Nama saya Gardhika Jogatama, Kasus yang saya ambil ini adalah adanya tukang parkir illegal yang berada di sebuah tempat makan, supermarket, maupun toko-toko dagang lainnya. Saya ambil contoh Minimarket. Ketika kalian mampir disebuah Minimarket, apakah anda melihat tukang parkir yang bukan merupakan staff dari Minimarket tersebut? Melainkan hanya orang iseng yang sekedar nongkrong dan mencoba meraih untung untuk menjadi tukang parkir. Saya sering sekali berbelanja di Minimarket namun selalu saja disuruh bayar parkir maupun saya sebentar atau lama. Padahal kendaraan saya juga kelihatan dari dalam, ketika saya selesai berbelanja saya berniat pulang dan menaiki kendaraan saya, tukang parkir tersebut tidak membantu menarik kendaraan saya, dia hanya berdiri saja mengikuti langkah saya, ketika saya ingin menyebrang. Tukang parkir tersebut hanya melenggakan tangan kanannya, dan berkata “ Yaaa.. teruss”. Seharusnya tanpa dibantu oleh dia saya pun bisa sendiri, setelah saya ingin pergi dia berkata “Bos uang parkirnya mana bos..” tidak hanya sekali dua kali bahkan sudah menjadi kewajiban kita sebagai pengunjung minimarket. Oleh karena itu saya ingin tahu, dimana letak kenyaman bagi para pengunjung yang membawa kendaraan. Apakah memang tidak ada keamanan kendaraan khusus dari pihak minimarket bagi para pengunjung yang datang? Biaya parkir relatif murah hanya Rp.1000 atau Rp.2000. bayangkan apabila dalam 1 hari terdapat 150 kendaraan. Rp.2000 x 150 = Rp.300,000. Apakah anda setuju? Dengan kinerja tukang parkir yang kurang efektif, mereka hanya diam,berdiri,jalan sedikit, meniup pluit, dengan mengandalkan rompi hijau stabilo nya dalam sehari dapat meraih keuntungan Rp.300,000 ? apabila dikali kan seminggu akan dapat Rp.2,100,00 dan apabila dikali kan sebulan akan mendapatkan laba kotor Rp.9,000,000. Waw!! Oleh karena itu, saya ingin menegaskan untuk perlindungan kenyamanan dan keamanan bagi pengunjung yang berkendara tanpa ada pajak atau pungutan illegal dari tukang parkir yang tidak jelas. Dan pernah saya mengalami kejadiaan, kendaraan teman saya hilang disebuah minimarket. Dan saya Tanya ke tukang parkir. “ Bang, liat motor Satria F biru ga? “ Waduh tadi ada disitu mas” setelah lama berdebat tukang parkir tersebut hanya bilang “ Yaudah mas ikhlasin aja, ini kan kita sama sama gatau emang udah jalannya begini”. Apa pendapat kalian? Dengan mudahnya tukang parkir tersebut berkata seperti itu, dan pihak dari minimarket tidak memberikan bantuan sedikit pun. Dimana tanggung jawabnya? Banyak sekali kasus curanmor di sebuah minimarket, karena dengan mudahnya untuk dicuri penjagaan, Oleh karena itu saya sarankan bagi semua tempat makan minimarket maupun toko-toko apa saja.  keamanan tidak ada sama sekali. Kenyamanan dan keamanan pengunjung harus di nomor 1 kan. Tidak hanya memikirkan ramai atau tidaknya pengunjung.
Kasus diatas menjelaskan bahwa tidak adanya keamanan, kenyamanan, dan tanggung jawab penuh bagi para pengunjung yang terutama berkendara.

Sumber referensi :
https://astariprananingrum.wordpress.com/